Hobi Membaca Tak Merusak Mata
KOMPAS.com — Tak perlu dilarang bila si kecil gemar sekali membaca. Yang harus dijelaskan justru cara membaca yang benar agar tak merusak mata. Sebab, membaca ternyata tidak berpengaruh buruk pada kesehatan mata asalkan tak melanggar sejumlah rambu.
Apa saja rambu-rambunya? Ikuti penjelasan dr Rini Mahendrastari Singgih Spesialis Mata Anak (Paed. Opthalmolog/Strabismolog) dari RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci, Tangerang.
Lama membaca
Membaca sebaiknya tak lebih dari satu jam. Bila ingin lebih, harus diselingi istirahat minimal 15 menit sebelum membaca kembali. Namun, porsi waktu anak membaca sangat bervariasi, bergantung "jenis" matanya.
Anak yang kemampuan otot-otot fokusnya sangat kuat boleh lebih dari 2 jam tanpa selingan. Mereka biasanya mampu membaca lama tanpa ada tanda-tanda kelelahan mata seperti kucek-kucek, pedih, atau kedip-kedip. Bila tidak, Anda perlu mewaspadai hobi si kecil membaca sudah berlebihan untuk ukuran kemampuan matanya.
Disarankan juga melihat benda-benda berwarna hijau dan warna-warna alam semisal langit biru. Pengalihan ini membantu lapisan dalam bola mata yang bertugas menangkap warna dan cahaya hingga terbentuk zona rodopsin. Adanya zona ini akan mengaktifkan pengikatan rodopsin (salah satu senyawa vitamin A) sekaligus membantu metabolisme di retina atau selaput jala.
Posisi saat membaca
Posisi yang baik, duduk dengan tubuh dan kepala tegak; sementara mata mengarah ke obyek baca pada jarak ideal sekitar 25-30 cm. Posisi tidur dan tengkurap sebaiknya dihindari karena memperburuk kondisi mata, terutama bagi mata yang memang sudah bermasalah semisal mata silinder, minus, maupun plus.
Jika ingin posisi tidur, sebaiknya ganjal menggunakan bantal di punggung hingga kepala tetap tegak, yakni posisi setengah duduk. Tengkurap, meski posisi kepala tegak, tetap harus dihindari. Soalnya, dengan posisi ini ada lekukan di daerah leher yang bakal mengganggu aliran darah ke otak. Kendala ini akan meninggikan tekanan mata yang nantinya berkembang jadi gangguan mata lain yang juga tak kalah membahayakan.
Pencahayaan Saat membaca, idealnya pecahayaan diarahkan ke obyek baca. Untuk warna, pilih daylight atau cahaya putih, hingga seolah-olah anak sedang membaca di luar ruangan sewaktu pagi sekitar pukul 10.00 saat udara cerah. Jangan izinkan si kecil membaca di ruangan remang-remang atau gelap, ya.
Apakah ingin menggunakan lampu pijar atau neon, tak jadi masalah. Yang penting, ruangan sekitar tempat membaca juga harus sama terang. Lampu yang dipentingkan bukan cuma besaran watt-nya, tapi juga warnanya. Jangan pernah gunakan warna kuning, hijau, apalagi merah karena kuning akan melelahkan mata, sementara hijau akan mengganggu kontras warna benda-benda yang dilihat.
Besar kecilnya teks Untuk balita, sebaiknya pilih besar huruf sekitar 1,5 kali besar tulisan artikel ini (font size 9), atau yang ber-font size 13. Soalnya, kalau huruf terlalu kecil, mata harus ekstra berakomodasi atau luar biasa mencembung. Kalau terlalu lama dan akomodasinya begitu kuat, teks itu sendiri akhirnya sangat sulit ditangkap.
Untuk lima menit pertama, barangkali belum ada masalah, tapi 10-15 menit kemudian pasti terasa sulit. Tak heran bila anak mulai mengeluh sakit kepala, mata berair, mata merah/perih karena mata dipaksa terus berakomodasi.
Ingat, terlalu cembung dalam jangka waktu lama bisa membahayakan mata! Antara lain, menimbulkan radang atau steril conjungtivitae alias belekan yang bukan disebabkan bakteri atau kurang menjaga kebersihan.
Radang mata streril biasanya disebabkan mata lelah akibat membaca, tetapi diabaikan saja atau tak sesegera mungkin diistirahatkan. Keluhan semacam ini sering muncul sebagai bintil di sana-sini yang kemudian menghilang, tetapi segera muncul lagi di tempat lain. Kondisi begini biasanya muncul pada mereka yang dicurigai menderita silinder tapi tak terdeteksi.
Crowded phenomenon
Fenomena kepadatan pada halaman yang tengah dibaca anak sebaiknya dihindari. Usahakan huruf tak terlalu rapat atau berdekatan satu sama lain dan tak boleh bertumpuk sedemikian rupa antarkalimat. Kalau tidak, dampak buruknya kurang lebih sama dengan keluhan lain, yakni mata harus terakomodasi terus-menerus hingga anak akan berusaha kucek-kucek matanya untuk "mempertajam" kemampuannya berakomodasi.
Dampak buruk lain, pemberian alat bantu berupa kacamata terlalu dini. Sementara kita umumnya ingin menjauhkan kemungkinan anak berkaca mata, bukan?
Hindari pula penggunaan kalimat yang sangat panjang semisal lebih dari 30 karakter huruf karena akan memberatkan anak. Soalnya, tubuh mereka, termasuk indra penglihatannya, masih dalam taraf perkembangan dan kemampuannya pun serbaterbatas.
Anak usia 5-6 tahun, misalnya, maksimal hanya bisa "merekam" satu kalimat sepanjang 6-8 suku kata; contoh: Mem-per-li-hat-kan-nya. Untuk balita, sebaiknya kalimat yang dipilih terdiri dari lebih sedikit suku kata. Lebih pendek kalimat akan lebih bagus, baik untuk sistem pengindraannya maupun proses pembelajaran si anak, selain tak menyiksa/melelahkannya.
Kontras warna
Maksudnya, perbedaan warna hitam putih tampilan cetakan di buku. Misal, komik atau buku-buku yang dicetak dengan warna dasar lebih jernih/putih dan teks dengan tulisan hitam pekat. Jadi, jangan pilih warna dasar abu-abu sementara teks tulisan kurang hitam.
Pada usia-usia tertentu semisal tiga tahun ke atas, anak mulai bisa diperkenalkan pada warna-warna kontras dan warna lain. Sebaiknya, pilihkan warna-warna primer yang berani dan ceria (eye catching). Jangan pernah berikan warna pastel karena untuk melihat warna-warna ini, anak justru harus menggunakan energi ekstra. Warna-warna pastel boleh saja diberikan pada usia-usia tertentu, tapi sebaiknya di atas 4-5 tahun dalam rangka membelajarkan anak melihat warna dengan baik.
Kondisi bergerak
Membaca pada kondisi bergerak semisal di kendaraan yang tak stabil perlu dihindari. Itu berarti konvergensi dan akomodasi otot-otot begitu dipaksakan dalam waktu lama hingga memicu kebutuhan alat bantu berupa kacamata dalam waktu relatif singkat. Pasalnya, di pusat/sentral mata terdapat bintik kuning yang merupakan bagian paling jelas dan tajam untuk melihat benda sasaran, sementara luasnya sangat kecil, hanya sekitar 10 namomikron atau kira-kira 2 milimeter.
Saat melihat obyek bergerak, setiap kali itu pula fokus mata harus berpindah-pindah; sebentar masuk bintik kuning, kemudian ke zona paramakuleri (bagian luar bintik kuning), masuk lagi ke bintik kuning, dan seterusnya hingga saat melelahkan dan sangat tak dianjurkan.
Satu-satunya membaca dalam kondisi bergerak yang dibolehkan hanya ketika menggunakan pesawat terbang karena gerakannya relatif stabil. Jika tujuan membaca dalam kendaraan bergerak hanya untuk keasyikan, membunuh waktu atau membuang kebosanan selama perjalanan, tak harus dengan membaca, kok. Akan lebih aman buat mata namun tetap memberi manfaat bila mendengarkan musik lewat walkman atau melihat pemadangan di luar.
Lama membaca
Membaca sebaiknya tak lebih dari satu jam. Bila ingin lebih, harus diselingi istirahat minimal 15 menit sebelum membaca kembali. Namun, porsi waktu anak membaca sangat bervariasi, bergantung "jenis" matanya.
Anak yang kemampuan otot-otot fokusnya sangat kuat boleh lebih dari 2 jam tanpa selingan. Mereka biasanya mampu membaca lama tanpa ada tanda-tanda kelelahan mata seperti kucek-kucek, pedih, atau kedip-kedip. Bila tidak, Anda perlu mewaspadai hobi si kecil membaca sudah berlebihan untuk ukuran kemampuan matanya.
Disarankan juga melihat benda-benda berwarna hijau dan warna-warna alam semisal langit biru. Pengalihan ini membantu lapisan dalam bola mata yang bertugas menangkap warna dan cahaya hingga terbentuk zona rodopsin. Adanya zona ini akan mengaktifkan pengikatan rodopsin (salah satu senyawa vitamin A) sekaligus membantu metabolisme di retina atau selaput jala.
Posisi saat membaca
Posisi yang baik, duduk dengan tubuh dan kepala tegak; sementara mata mengarah ke obyek baca pada jarak ideal sekitar 25-30 cm. Posisi tidur dan tengkurap sebaiknya dihindari karena memperburuk kondisi mata, terutama bagi mata yang memang sudah bermasalah semisal mata silinder, minus, maupun plus.
Jika ingin posisi tidur, sebaiknya ganjal menggunakan bantal di punggung hingga kepala tetap tegak, yakni posisi setengah duduk. Tengkurap, meski posisi kepala tegak, tetap harus dihindari. Soalnya, dengan posisi ini ada lekukan di daerah leher yang bakal mengganggu aliran darah ke otak. Kendala ini akan meninggikan tekanan mata yang nantinya berkembang jadi gangguan mata lain yang juga tak kalah membahayakan.
Pencahayaan Saat membaca, idealnya pecahayaan diarahkan ke obyek baca. Untuk warna, pilih daylight atau cahaya putih, hingga seolah-olah anak sedang membaca di luar ruangan sewaktu pagi sekitar pukul 10.00 saat udara cerah. Jangan izinkan si kecil membaca di ruangan remang-remang atau gelap, ya.
Apakah ingin menggunakan lampu pijar atau neon, tak jadi masalah. Yang penting, ruangan sekitar tempat membaca juga harus sama terang. Lampu yang dipentingkan bukan cuma besaran watt-nya, tapi juga warnanya. Jangan pernah gunakan warna kuning, hijau, apalagi merah karena kuning akan melelahkan mata, sementara hijau akan mengganggu kontras warna benda-benda yang dilihat.
Besar kecilnya teks Untuk balita, sebaiknya pilih besar huruf sekitar 1,5 kali besar tulisan artikel ini (font size 9), atau yang ber-font size 13. Soalnya, kalau huruf terlalu kecil, mata harus ekstra berakomodasi atau luar biasa mencembung. Kalau terlalu lama dan akomodasinya begitu kuat, teks itu sendiri akhirnya sangat sulit ditangkap.
Untuk lima menit pertama, barangkali belum ada masalah, tapi 10-15 menit kemudian pasti terasa sulit. Tak heran bila anak mulai mengeluh sakit kepala, mata berair, mata merah/perih karena mata dipaksa terus berakomodasi.
Ingat, terlalu cembung dalam jangka waktu lama bisa membahayakan mata! Antara lain, menimbulkan radang atau steril conjungtivitae alias belekan yang bukan disebabkan bakteri atau kurang menjaga kebersihan.
Radang mata streril biasanya disebabkan mata lelah akibat membaca, tetapi diabaikan saja atau tak sesegera mungkin diistirahatkan. Keluhan semacam ini sering muncul sebagai bintil di sana-sini yang kemudian menghilang, tetapi segera muncul lagi di tempat lain. Kondisi begini biasanya muncul pada mereka yang dicurigai menderita silinder tapi tak terdeteksi.
Crowded phenomenon
Fenomena kepadatan pada halaman yang tengah dibaca anak sebaiknya dihindari. Usahakan huruf tak terlalu rapat atau berdekatan satu sama lain dan tak boleh bertumpuk sedemikian rupa antarkalimat. Kalau tidak, dampak buruknya kurang lebih sama dengan keluhan lain, yakni mata harus terakomodasi terus-menerus hingga anak akan berusaha kucek-kucek matanya untuk "mempertajam" kemampuannya berakomodasi.
Dampak buruk lain, pemberian alat bantu berupa kacamata terlalu dini. Sementara kita umumnya ingin menjauhkan kemungkinan anak berkaca mata, bukan?
Hindari pula penggunaan kalimat yang sangat panjang semisal lebih dari 30 karakter huruf karena akan memberatkan anak. Soalnya, tubuh mereka, termasuk indra penglihatannya, masih dalam taraf perkembangan dan kemampuannya pun serbaterbatas.
Anak usia 5-6 tahun, misalnya, maksimal hanya bisa "merekam" satu kalimat sepanjang 6-8 suku kata; contoh: Mem-per-li-hat-kan-nya. Untuk balita, sebaiknya kalimat yang dipilih terdiri dari lebih sedikit suku kata. Lebih pendek kalimat akan lebih bagus, baik untuk sistem pengindraannya maupun proses pembelajaran si anak, selain tak menyiksa/melelahkannya.
Kontras warna
Maksudnya, perbedaan warna hitam putih tampilan cetakan di buku. Misal, komik atau buku-buku yang dicetak dengan warna dasar lebih jernih/putih dan teks dengan tulisan hitam pekat. Jadi, jangan pilih warna dasar abu-abu sementara teks tulisan kurang hitam.
Pada usia-usia tertentu semisal tiga tahun ke atas, anak mulai bisa diperkenalkan pada warna-warna kontras dan warna lain. Sebaiknya, pilihkan warna-warna primer yang berani dan ceria (eye catching). Jangan pernah berikan warna pastel karena untuk melihat warna-warna ini, anak justru harus menggunakan energi ekstra. Warna-warna pastel boleh saja diberikan pada usia-usia tertentu, tapi sebaiknya di atas 4-5 tahun dalam rangka membelajarkan anak melihat warna dengan baik.
Kondisi bergerak
Membaca pada kondisi bergerak semisal di kendaraan yang tak stabil perlu dihindari. Itu berarti konvergensi dan akomodasi otot-otot begitu dipaksakan dalam waktu lama hingga memicu kebutuhan alat bantu berupa kacamata dalam waktu relatif singkat. Pasalnya, di pusat/sentral mata terdapat bintik kuning yang merupakan bagian paling jelas dan tajam untuk melihat benda sasaran, sementara luasnya sangat kecil, hanya sekitar 10 namomikron atau kira-kira 2 milimeter.
Saat melihat obyek bergerak, setiap kali itu pula fokus mata harus berpindah-pindah; sebentar masuk bintik kuning, kemudian ke zona paramakuleri (bagian luar bintik kuning), masuk lagi ke bintik kuning, dan seterusnya hingga saat melelahkan dan sangat tak dianjurkan.
Satu-satunya membaca dalam kondisi bergerak yang dibolehkan hanya ketika menggunakan pesawat terbang karena gerakannya relatif stabil. Jika tujuan membaca dalam kendaraan bergerak hanya untuk keasyikan, membunuh waktu atau membuang kebosanan selama perjalanan, tak harus dengan membaca, kok. Akan lebih aman buat mata namun tetap memberi manfaat bila mendengarkan musik lewat walkman atau melihat pemadangan di luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar