Dua Isu Krusial Teknologi Informasi 2011
Oleh Dimitri Mahayana Setiap pergantian tahun, penulis kerap diminta memprediksi akan apa yang terjadi, terutama di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi. Dengan mengetahui arah, sekiranya ada panduan yang bisa dipegang.
Tulisan kali ini akan fokus membahas arah di industri teknologi informasi Indonesia pada 2011. Saya kira, akan ada dua isu krusial utama yang akan intens dibicarakan sepanjang tahun kelinci emas ini.
Pertama, makin membuminya teknologi cloud computing (komputasi awan). Apa pasal?
Tingkat kesadaran publik terhadapnya kian meningkat, imbas masih mahalnya biaya konsep manajemen modal (capital expenditure/capex).
Komputasi awan akan membuka mata dan pikiran, terutama kalangan korporasi, bahwa konsep capex bukan saja menguras duit, namun juga kurang relevan dengan spirit efisiensi yang diusung perangkat teknologi informasi.
Pada tahun 2011 ini, konsep manajemen operational expenditure/opex melalui teknologi bernama cloud computing akan mulai difahami, ditelisik, sebelum akhirnya menyeruak di pelbagai sendi kehidupan.
Dengan situasi seperti ini, penulis menilai perusahaan skala kecil dan menengah-lah yang akan lebih agresif menerapkannya dibandingkan skala besar. Sebab, secara nature, perusahan kecil-menengah lebih ingin/terbiasa hemat.
Kalkulasi penulis menunjukkan penghematan biaya bisa sampai 50 persen dari biasanya. Bahkan, semakin besar kebutuhan komputasi, penghematan biaya TI yang diperoleh melalui penggunaannya akan semakin besar.
Perusahan kecil menengah semacam BPR atau toko, lebih berminat pada teknologi yang bisa dikostumisasi dengan mudah, biaya operasionalnya murah, dan tak ada investasi awal seperti ditawarkan teknologi satu ini.
Mereka juga akan lebih agresif sebab pasarnya keseluruhan lebih terbuka dari segmen lainnya. Dari sekitar 50 juta UKM di Indonesia saat ini, sekitar 30 juta-35 juta di antaranya belum memanfaatkan teknologi informasi.
Di sisi lain, fleksibilitas perusahan besar sendiri relatif rendah sehingga sulit masuk metode baru dalam sistem eksisting yang demikan mapan, rigid, dan kerap masuk kontrak pengadaan sekian tahun lamanya.
Kendala lain bagi perusahaan besar adalah soal privasi data —yang dalam konsep komputasi awam dipercayakan penuh ke pihak ketiga. Metode software as a service justru memudarkan kerahasian tersebut.
Meski demikian, bukan berarti perusahan besar akan menihilkannya. Mengingat berbagai keunggulan cloud computing dibandingkan sistem eksisting, mereka akan coba gunakan pada sistem yang sifatnya komplementer.
Atas potensi-potensi ini, riset Sharing Vision menunjukkan potensi pasar cloud computing 2011 mencapai Rp 280 miliar-Rp 1,6 triliun. Atau sebesar 0,7 persen hingga 2 persen dari total belanja TI nasional tahun ini Rp 40 triliun-Rp 80 triliun.
Dengan asumsi moderat, potensi pasar komputasi awan terserap maksimal Rp 500 miliar. Namun angka ini sangat mungkin bertambah, bergantung agresivitas pelaku usaha dalam mensosialisasikan layanannya.
Kedua, isu security jaringan teknologi informasi makin ramai tahun ini. Berita-berita semacam pembajakan account di situs media sosial populer seperti Facebook dan Twitter, bakalan makin nyaring terdengar.
Apalagi, dengan akumulasi jumlah pengguna kedua situs tersebut di Indonesia yang akhir tahun lalu sudah hampir 40 juta. Facebook, misalnya, sudah digunakan lebih dari 30 juta orang Indonesia, sehingga jadi rangking dua dunia menyalip Inggris.
Dengan demikian, cracker dan kaum kriminil dunia maya takkan tinggal diam melihat 'potensi' yang demikian besar ini. Dengan segala modus dan akal bulus, mereka akan berupaya mengambil keuntungan.
Juga, ada pula potensi kian rapuhnya keamanan sistem pembayaran berbasis Internet mulai dari kartu ATM, kartu kredit, dan e-commerce seperti Paypal. Masih ingat kasus pembobolan ATM di Bali? Potensi itu masih ada tahun ini.
Karenanya, ancaman keamanan jaringan terjadi merata di sektor publik maupun korporasi. Penyikapan yang jelas dari pemerintah dalam mengantisipasi kerugian masyarakat, amat perlu ditegakkan sejak dini. Kita berharap.
Penulis Dimitri Mahayana adalah Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision
Tulisan kali ini akan fokus membahas arah di industri teknologi informasi Indonesia pada 2011. Saya kira, akan ada dua isu krusial utama yang akan intens dibicarakan sepanjang tahun kelinci emas ini.
Pertama, makin membuminya teknologi cloud computing (komputasi awan). Apa pasal?
Tingkat kesadaran publik terhadapnya kian meningkat, imbas masih mahalnya biaya konsep manajemen modal (capital expenditure/capex).
Komputasi awan akan membuka mata dan pikiran, terutama kalangan korporasi, bahwa konsep capex bukan saja menguras duit, namun juga kurang relevan dengan spirit efisiensi yang diusung perangkat teknologi informasi.
Pada tahun 2011 ini, konsep manajemen operational expenditure/opex melalui teknologi bernama cloud computing akan mulai difahami, ditelisik, sebelum akhirnya menyeruak di pelbagai sendi kehidupan.
Dengan situasi seperti ini, penulis menilai perusahaan skala kecil dan menengah-lah yang akan lebih agresif menerapkannya dibandingkan skala besar. Sebab, secara nature, perusahan kecil-menengah lebih ingin/terbiasa hemat.
Kalkulasi penulis menunjukkan penghematan biaya bisa sampai 50 persen dari biasanya. Bahkan, semakin besar kebutuhan komputasi, penghematan biaya TI yang diperoleh melalui penggunaannya akan semakin besar.
Perusahan kecil menengah semacam BPR atau toko, lebih berminat pada teknologi yang bisa dikostumisasi dengan mudah, biaya operasionalnya murah, dan tak ada investasi awal seperti ditawarkan teknologi satu ini.
Mereka juga akan lebih agresif sebab pasarnya keseluruhan lebih terbuka dari segmen lainnya. Dari sekitar 50 juta UKM di Indonesia saat ini, sekitar 30 juta-35 juta di antaranya belum memanfaatkan teknologi informasi.
Di sisi lain, fleksibilitas perusahan besar sendiri relatif rendah sehingga sulit masuk metode baru dalam sistem eksisting yang demikan mapan, rigid, dan kerap masuk kontrak pengadaan sekian tahun lamanya.
Kendala lain bagi perusahaan besar adalah soal privasi data —yang dalam konsep komputasi awam dipercayakan penuh ke pihak ketiga. Metode software as a service justru memudarkan kerahasian tersebut.
Meski demikian, bukan berarti perusahan besar akan menihilkannya. Mengingat berbagai keunggulan cloud computing dibandingkan sistem eksisting, mereka akan coba gunakan pada sistem yang sifatnya komplementer.
Atas potensi-potensi ini, riset Sharing Vision menunjukkan potensi pasar cloud computing 2011 mencapai Rp 280 miliar-Rp 1,6 triliun. Atau sebesar 0,7 persen hingga 2 persen dari total belanja TI nasional tahun ini Rp 40 triliun-Rp 80 triliun.
Dengan asumsi moderat, potensi pasar komputasi awan terserap maksimal Rp 500 miliar. Namun angka ini sangat mungkin bertambah, bergantung agresivitas pelaku usaha dalam mensosialisasikan layanannya.
Kedua, isu security jaringan teknologi informasi makin ramai tahun ini. Berita-berita semacam pembajakan account di situs media sosial populer seperti Facebook dan Twitter, bakalan makin nyaring terdengar.
Apalagi, dengan akumulasi jumlah pengguna kedua situs tersebut di Indonesia yang akhir tahun lalu sudah hampir 40 juta. Facebook, misalnya, sudah digunakan lebih dari 30 juta orang Indonesia, sehingga jadi rangking dua dunia menyalip Inggris.
Dengan demikian, cracker dan kaum kriminil dunia maya takkan tinggal diam melihat 'potensi' yang demikian besar ini. Dengan segala modus dan akal bulus, mereka akan berupaya mengambil keuntungan.
Juga, ada pula potensi kian rapuhnya keamanan sistem pembayaran berbasis Internet mulai dari kartu ATM, kartu kredit, dan e-commerce seperti Paypal. Masih ingat kasus pembobolan ATM di Bali? Potensi itu masih ada tahun ini.
Karenanya, ancaman keamanan jaringan terjadi merata di sektor publik maupun korporasi. Penyikapan yang jelas dari pemerintah dalam mengantisipasi kerugian masyarakat, amat perlu ditegakkan sejak dini. Kita berharap.
Penulis Dimitri Mahayana adalah Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision
Tidak ada komentar:
Posting Komentar